Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa
istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan
lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas
kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus
dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati,
terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati... Padahal sebagai
seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah
dengan mata hati yang jernih.
Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita
renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:
- Takut akan
datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.
- Takut tidak
menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu
pasti diminta pertanggungjawabannya.
- Takut
tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan
dan jalan syaithan.
- Takut
memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.
- Takut akan
balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.
- Takut
mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.
- Takut
menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.
- Takut
menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
- Takut akan
adzab dan prahara di alam kubur.
- Takut
menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita
lakukan.
- Takut
melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada
rambut dan lebih tajam dari pedang.
- Takut
dijauhkan dari memandang wajah Allah.
- Perlu
mengetahui tentang dosa dan aib kita.
- Ma’rifah
kita terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita
tidak bersyukur.
- Takut tidak
diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.
- Takut bahwa
Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.
- Kekhawatiran
kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari
timbangan ditegakkan.
- Hendaknya
kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta
kepada Allah SWT. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini
kecuali pada Allah.
- Sembunyikanlah
amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, karena terkadang riya’ itu
memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri
rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau
wahai diri. Dengan ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan
engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan
sifat orang mukhlis”.
- Jika kita
ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak
seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.
- Hendaknya
kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.
- Ketahuilah bahwa
amal sholeh dengan sedikit dosa jauh lebih disukai Allah daripada amal
sholeh yang banyak tetapi dengan dosa yang banyak pula.
- Ingatlah
setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju
akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.
- Hendaknya
ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.
- Setiap kita
mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan
nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang
sedang diusung.
- Hati-hatilah
menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang
hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan
menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita
tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun,
dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.
- Lihatlah
dunia dengan pandangan I’tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah
(kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.
- Ingatlah
bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita
sanggup menghadapi panasnya jahannam?
- Di antara
akhlak wanita mu’minah adalah menasihati sesama mu’minah.
- Jika kita
melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan
katakana kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal
sholeh maka dia jauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia
setelah saya, maka dia lebih baik sedikit dosanya dari saya dan dia lebih
baik dari saya di sisi Allah.”
0 komentar:
Posting Komentar